Pertemuan Trump Xi Jinping: Nasib Kesepakatan Dagang di Tengah Ketegangan

Pertemuan Trump Xi Jinping

Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Republik Rakyat China Xi Jinping dijadwalkan akan mengadakan Pertemuan Trump Xi Jinping tatap muka pertama mereka sejak Trump memulai masa jabatan keduanya. Pertemuan penting ini akan berlangsung di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Korea Selatan akhir bulan ini, setelah berminggu-minggu ketidakpastian mengenai apakah pertemuan ini benar-benar akan terjadi. Di tengah lonjakan kembali ketegangan perdagangan dan ancaman pemberlakuan tarif baru yang tajam, dunia menahan napas, menanti apakah kedua pemimpin ekonomi terbesar dunia ini mampu meredakan perselisihan yang berlarut-larut.

Pertemuan ini tidak hanya menjadi simbol dimulainya kembali dialog tingkat tinggi, tetapi juga menjadi uji coba terhadap dinamika hubungan AS-China di periode kedua pemerintahan Trump. Selama kampanye dan awal masa jabatannya, Trump telah berjanji untuk mengambil garis keras terhadap China, termasuk ancaman tarif 60% yang lebih luas, dan baru-baru ini memperingatkan tarif tambahan 100% atas produk-produk China tertentu. Di sisi lain, China telah merespons dengan membatasi ekspor mineral penting (rare earth), menunjukkan bahwa Beijing siap membalas. Dengan demikian, prospek tercapainya kesepakatan dagang yang komprehensif terasa jauh dari kepastian.

 

Eskalasi Tarif dan Pemicu Ketegangan Baru

 

Ketegangan perdagangan AS-China, yang sempat mereda setelah Phase One Deal di masa jabatan pertama Trump, kembali memanas. Setelah mengancam tarif 60% yang bersifat menyeluruh, Trump meningkatkan tekanan dengan ancaman tarif 100% terhadap ekspor China sebagai respons atas langkah Beijing membatasi ekspor mineral tanah jarang—komponen vital untuk teknologi tinggi, termasuk elektronik dan peralatan militer AS.

Bagi Washington, fokus utama dalam pertemuan Trump Xi Jinping adalah mengatasi masalah-masalah struktural, seperti praktik perdagangan yang dianggap tidak adil, pencurian kekayaan intelektual, dan pemberian subsidi besar-besaran oleh China yang menyebabkan kelebihan kapasitas di pasar global. Selain itu, isu krisis Fentanyl, opioid sintetis yang masuk ke AS dari China, juga menjadi prioritas utama Trump.

Trump sendiri menunjukkan optimisme yang kontradiktif. Di satu sisi, ia menyatakan keyakinan bahwa “kita akan membuat kesepakatan dalam segala hal” dan bahwa hasil perundingan akan “fantastis bagi seluruh dunia.” Namun di sisi lain, ia juga secara terbuka mengakui bahwa pertemuan itu bisa saja gagal, menjaga elemen ketidakpastian yang menjadi ciri khas gaya negosiasinya.

 

Apa yang Diharapkan dari Pertemuan Trump Xi Jinping?

 

Pertemuan yang dijadwalkan berlangsung di Busan, Korea Selatan, pada 30 Oktober ini diperkirakan akan menjadi sesi dialog yang panjang dan mencakup spektrum isu yang luas, tidak terbatas pada perdagangan.

 

Pembelian Barang AS dan Fentanyl

 

Tujuan segera AS adalah agar China memenuhi kewajiban pembelian produk pertanian dan manufaktur AS yang belum terpenuhi dari kesepakatan sebelumnya. Lebih jauh, Trump secara eksplisit menyatakan bahwa pertanyaan pertamanya kepada Xi adalah mengenai Fentanyl, menekankan bahwa China mendapat keuntungan finansial besar dari bisnis prekursor bahan kimia ilegal ini, meskipun ada tarif yang dikenakan AS.

 

Isu Geopolitik dan Nuklir

 

Selain masalah perdagangan, kedua pemimpin kemungkinan besar akan membahas isu-isu geopolitik yang lebih sensitif. Trump mengisyaratkan bahwa ia ingin melibatkan China dalam perundingan pembatasan senjata nuklir dengan Rusia, serta meminta bantuan Beijing untuk mengakhiri perang di Ukraina.

Di sisi China, harapan terbesar adalah adanya konsesi dari AS terkait tarif, serta jaminan bahwa AS tidak akan meningkatkan dukungan terhadap Taiwan, isu yang dianggap Beijing sebagai garis merah kedaulatannya. Bahkan dilaporkan bahwa Beijing telah meminta Gedung Putih untuk secara terbuka menyatakan penentangan terhadap kemerdekaan Taiwan.

 

Reaksi Pasar dan Analisis Jangka Panjang

 

Mengingat sejarah ketegangan yang berulang, pasar keuangan global merespons dengan hati-hati. Meskipun kabar mengenai Pertemuan Trump Xi Jinping memicu kenaikan di bursa saham Asia, termasuk IHSG di Indonesia, dan membantu memulihkan harga komoditas seperti minyak, optimisme tersebut diimbangi dengan kekhawatiran yang mendalam.

Para analis sepakat bahwa pertemuan ini akan menetapkan nada hubungan AS-China di tahun-tahun mendatang, yang memiliki implikasi besar terhadap rantai pasok global. Jika kedua belah pihak gagal mencapai setidaknya gencatan senjata, dunia usaha dapat bersiap menghadapi era tarif yang lebih tinggi, yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi global.

Pertemuan ini mungkin tidak akan menghasilkan kesepakatan komprehensif, melainkan sebuah kerangka kerja atau peta jalan untuk negosiasi di masa depan. Yang jelas, dinamika antara Trump dan Xi akan terus menjadi faktor tunggal paling penting yang menentukan arah perdagangan dan geopolitik dunia. Dunia kini menunggu, apakah diplomasi tatap muka ini mampu mencairkan ketegangan yang kembali membeku, atau malah memperkuat posisi masing-masing dalam konflik ekonomi yang belum usai.

Baca juga:

Informasi ini dipersembahkan oleh rajabotak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *