Ketegangan perdagangan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat (AS) dan China, kembali memanas. Pemicu terbarunya adalah keputusan Beijing untuk memperketat kontrol ekspor mineral langka, atau yang dikenal sebagai rare earth elements. China secara tegas membela pembatasan ini sebagai tindakan yang “sah” dan “diperlukan,” sekaligus menanggapi ancaman tarif balasan yang lebih agresif dari AS, di mana Presiden AS mengancam menaikkan tarif impor hingga 100 persen. Eskalasi ini telah menghidupkan kembali ketakutan akan perang dagang skala penuh, dan kembali menyoroti isu sensitif Sengketa Dagang Rare Earth China AS.

Mineral tanah jarang adalah kelompok 17 unsur kimia yang sangat vital. Bahan ini menjadi komponen kunci dalam pembuatan hampir semua teknologi modern, mulai dari smartphone, kendaraan listrik, turbin angin, hingga peralatan militer canggih seperti sistem radar dan jet tempur. Mengingat China menguasai sekitar 90% pasar pemrosesan global dan sebagian besar produksi mineral ini, langkah pembatasan ekspornya jelas merupakan senjata ekonomi yang sangat kuat. Beijing mengklaim tindakan tersebut didasarkan pada perlindungan lingkungan dan kepentingan nasional, namun waktu pengumumannya—bersamaan dengan ancaman tarif AS—mengindikasikan bahwa ini adalah bagian dari manuver geopolitik yang lebih besar dalam Sengketa Dagang Rare Earth China AS.

 

Pembelaan China dan Legitimasi Pembatasan Rare Earth

 

Kementerian Perdagangan China (MOFCOM) bersikeras bahwa kebijakan kontrol ekspor baru mereka adalah langkah yang sepenuhnya legal dan sesuai dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Argumen utama yang mereka sampaikan mencakup dua aspek penting:

Pertama, mereka menekankan bahwa penambangan dan pemrosesan mineral tanah jarang sangat merusak lingkungan. Pembatasan ini, menurut Beijing, diperlukan untuk mereformasi industri ekstraksi yang kotor dan memastikan pembangunan yang lebih berkelanjutan. Dengan kata lain, kontrol ekspor adalah alat untuk menegakkan standar lingkungan yang lebih tinggi di dalam negeri. Kedua, China menegaskan bahwa setiap negara memiliki hak untuk melindungi keamanan nasionalnya dan teknologi penting. Kebijakan baru ini secara eksplisit menargetkan pengguna asing di sektor pertahanan dan semikonduktor, yang sejalan dengan upaya Beijing untuk melindungi keunggulan teknologinya. Mereka menganggap langkah ini sebagai respons balasan yang sah terhadap kontrol ekspor chip dan teknologi canggih yang diterapkan AS.

Respons China terhadap tarif yang diancamkan AS, termasuk ancaman tarif balasan pada barang-barang Amerika dan pengenaan biaya pelabuhan tambahan terhadap kapal-kapal AS, menunjukkan kesiapan Beijing untuk meningkatkan tensi. Sikap ini memperjelas bahwa China tidak akan mundur dalam apa yang mereka anggap sebagai pembelaan kedaulatan ekonomi. Perluasan kontrol ekspor ke teknologi pemrosesan magnet rare earth juga merupakan sinyal tegas, karena teknologi ini sama pentingnya dengan bahan mentahnya. Hal ini menegaskan kembali betapa krusialnya isu Sengketa Dagang Rare Earth China AS.

 

Dampak Pembatasan Rare Earth pada Rantai Pasok Global

 

Dampak langsung dari pembatasan ekspor China terasa di seluruh rantai pasok global. Saham perusahaan tambang rare earth dan mineral penting di AS melonjak tajam, karena investor memproyeksikan meningkatnya permintaan untuk sumber pasokan non-China. Hal ini menunjukkan betapa besar ketergantungan AS, terutama sektor pertahanan dan teknologi tinggi mereka, pada impor mineral ini dari China.

Pembatasan yang menargetkan magnet permanen dan produk olahan lainnya akan memberikan pukulan yang lebih parah. Industri otomotif, khususnya manufaktur kendaraan listrik (EV) yang sangat bergantung pada magnet rare earth berkinerja tinggi, dapat menghadapi hambatan produksi. Begitu juga dengan industri dirgantara dan semikonduktor, yang komponen vitalnya menggunakan mineral ini. Para analis memperingatkan bahwa tanpa pasokan yang stabil, proses pembangunan rantai pasok alternatif di luar China akan memakan waktu bertahun-tahun dan membutuhkan investasi miliaran dolar.

 

Pertemuan Trump-Xi yang Menggantung dan Proyeksi ke Depan

 

Di tengah ketegangan yang memanas, rencana pertemuan antara Presiden AS dan Presiden China di KTT APEC, yang seharusnya menjadi kesempatan untuk meredakan konflik, kini menjadi tidak pasti. Ancaman dari Presiden AS untuk membatalkan pertemuan tersebut menambah ketidakstabilan di pasar global dan geopolitik. Pembatalan pertemuan akan menandakan kegagalan diplomasi tingkat tertinggi dan membuka jalan bagi eskalasi lebih lanjut.

Saat ini, pasar global, termasuk Wall Street dan pasar kripto, telah merespons negatif terhadap perang dagang yang dihidupkan kembali ini. Investor cenderung beralih ke aset aman seperti emas dan obligasi.

Untuk meredakan Sengketa Dagang Rare Earth China AS, kedua belah pihak harus mencari titik temu, namun hal ini tampaknya semakin sulit. AS didorong untuk segera membangun rantai pasok domestik rare earth yang tangguh, sementara China menggunakan posisinya sebagai penguasa mineral penting ini untuk tawar-menawar dalam negosiasi perdagangan yang lebih luas. Terlepas dari perkembangan politik, isu mineral tanah jarang telah berubah dari masalah komoditas menjadi senjata geopolitik yang akan terus mendominasi hubungan AS-China di masa mendatang.

Baca juga:

Informasi ini dipersembahkan oleh Empire88

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *