Perang Dagang AS China: Upaya Redam Eskalasi di Malaysia

Perang Dagang AS China

Perang Dagang AS China kembali menjadi sorotan utama global menyusul serangkaian ancaman tarif baru dan kontrol ekspor yang saling berbalas. Untuk mencegah eskalasi konflik yang berpotensi memukul ekonomi global lebih keras, para pejabat tinggi dari Washington dan Beijing telah memulai putaran perundingan dagang yang sangat penting di Kuala Lumpur, Malaysia. Pertemuan ini berlangsung di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN, bertindak sebagai upaya diplomatik terakhir untuk memastikan pertemuan puncak yang telah lama ditunggu antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di KTT APEC, Korea Selatan, dapat berjalan dan menghasilkan terobosan.

Putaran kelima negosiasi yang melibatkan Menteri Keuangan AS Scott Bessent, Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer, dan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng ini menggarisbawahi urgensi meredakan ketegangan. Ancaman terbaru dari Presiden Trump untuk mengenakan tarif 100% pada barang-barang China, dibalas dengan perluasan kontrol ekspor China atas mineral tanah jarang (rare earth), telah mendorong kedua negara ke ambang konflik dagang yang lebih serius. Pasar global, termasuk bursa saham dan komoditas, bereaksi sangat sensitif terhadap setiap kabar baik atau buruk dari perundingan ini. Keputusan memilih Malaysia—sebuah negara di Asia Tenggara yang secara ekonomi sangat bergantung pada kedua raksasa tersebut—seolah menunjukkan kesadaran bahwa konflik ini sudah berdampak signifikan terhadap rantai pasok dan perdagangan regional.

 

Fokus Utama Perundingan: Rare Earth dan Tarif Baru

 

Isu utama yang mendominasi pembicaraan di Kuala Lumpur adalah kontrol China atas pasokan global mineral tanah jarang (rare earth). Mineral ini vital untuk manufaktur teknologi tinggi, termasuk mobil listrik, semikonduktor, dan sistem persenjataan. Beijing telah menggunakan dominasinya dalam pasokan rare earth ini sebagai senjata tawar-menawar yang efektif melawan Washington, terutama setelah AS memperluas blacklist ekspor yang menargetkan ribuan perusahaan China.

Washington menuntut agar Beijing mencabut kontrol ekspor mineral tersebut, sementara China membalas dengan mengecam kebijakan AS. Ancaman tarif 100% dari Trump datang sebagai respons langsung terhadap langkah rare earth China. Dengan Perang Dagang AS China yang didorong oleh isu-isu teknologi strategis, perundingan di Malaysia diharapkan dapat mencapai semacam gencatan senjata yang membatasi tindakan balasan, sehingga menciptakan suasana kondusif menjelang pertemuan puncak para pemimpin. Sebelumnya, perundingan di Jenewa pada Mei lalu telah menghasilkan gencatan senjata 90 hari, yang berhasil menurunkan tarif secara signifikan di kedua pihak dan memulai kembali aliran magnet.

 

Misi Menyelamatkan Pertemuan Trump-Xi

 

Jadwal pertemuan tatap muka pertama antara Presiden Trump dan Presiden Xi Jinping sejak Trump kembali menjabat pada Januari, yang akan berlangsung di KTT APEC, Korea Selatan, kini dipertaruhkan. Perundingan di Malaysia menjadi jembatan krusial. Pejabat AS secara eksplisit menyatakan bahwa tujuan pembicaraan di Kuala Lumpur adalah untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dan memastikan agenda pertemuan Trump-Xi tetap berjalan sesuai rencana.

Pertemuan di Korea Selatan nanti, yang digambarkan oleh Menteri Keuangan AS Scott Bessent sebagai “pertemuan santai,” kemungkinan tidak akan menghasilkan kesepakatan dagang yang komprehensif. Analis memprediksi bahwa fokusnya adalah pada kesepakatan-kesepakatan kecil atau perjanjian sementara yang dapat meredakan tensi Perang Dagang AS China. Perjanjian ini bisa meliputi keringanan tarif terbatas, perpanjangan masa berlaku tarif saat ini, atau komitmen China untuk meningkatkan pembelian produk pertanian AS seperti kedelai. Jika kedua pemimpin berhasil menunjukkan kemauan politik untuk berkompromi, ini dapat menjadi dasar untuk meredakan ketegangan yang telah membebani ekonomi global sepanjang tahun.

 

Implikasi Global dari Eskalasi Perang Dagang AS China

 

Kelanjutan Perang Dagang AS China memiliki implikasi jangka panjang yang luas bagi seluruh dunia, terutama bagi negara-negara di Asia Tenggara. Meskipun konflik ini awalnya memicu perpindahan rantai pasok dari China ke negara-negara ASEAN, termasuk Malaysia, risiko kemerosotan global tetap tinggi. Eskalasi tarif yang berpotensi melampaui 100% mengancam akan menaikkan harga barang-barang konsumsi, mengganggu produksi, dan menciptakan ketidakpastian yang menghambat investasi.

Pasar finansial global selalu menyambut positif setiap sinyal meredanya ketegangan. Kabar bahwa Trump dan Xi akan bertemu di APEC saja sudah memicu kenaikan di bursa saham utama AS dan Asia. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya diplomasi tingkat tinggi ini untuk stabilitas ekonomi global. Para pemimpin kedua negara, melalui perundingan di Malaysia dan pertemuan di APEC, diharapkan dapat menemukan titik temu, setidaknya untuk mencegah perang dagang berlarut-larut yang hanya akan merugikan semua pihak. Kuncinya terletak pada kemampuan AS dan China untuk mengedepankan saling menghormati dan konsultasi yang setara, bukan pemaksaan.

Baca juga:

Informasi ini dipersembahkan oleh paus empire

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *