JAKARTA – Selama bertahun-tahun, Amerika Serikat (AS) telah menjadi destinasi investasi yang tak tertandingi, didorong oleh inovasi teknologi (terutama Big Tech), likuiditas pasar yang mendalam, dan status Dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia. Namun, saat ini, meskipun pasar saham AS (Wall Street) terus mencetak rekor, ada perasaan yang berkembang di kalangan manajer aset dan investor global bahwa sudah saatnya untuk tidak lagi all-in di Amerika. Strategi baru muncul: ‘Hedge America’, sebuah pendekatan yang menunjukkan bahwa Investor Global Enggan ke AS secara penuh, menyebar modal mereka ke pasar lain untuk mengelola risiko geopolitik dan domestik yang meningkat.
Perasaan keengganan ini tidak muncul dari pelemahan ekonomi AS—yang justru relatif kuat—melainkan dari ketidakpastian politik domestik (khususnya menjelang pemilu) dan biaya tinggi yang ditimbulkan oleh inflasi yang persisten. Jika dahulu investor terburu-buru melakukan dump (Trump dump merujuk pada ketidakpastian di era Trump), kini investor lebih memilih langkah hati-hati dan hedging terhadap risiko policy shift (perubahan kebijakan) yang mendadak dan dramatis.
Ketidakpastian Politik Domestik AS
Faktor utama yang menahan investasi all-in di AS adalah meningkatnya polarisasi politik dan potensi perubahan radikal dalam kebijakan ekonomi dan regulasi. Pemilu AS yang semakin sengit seringkali menyebabkan pasar berada dalam mode wait-and-see.
1. Ancaman Perubahan Kebijakan Perdagangan
Salah satu kekhawatiran terbesar investor adalah ancaman proteksionisme, terutama janji untuk memberlakukan tarif yang lebih tinggi terhadap barang impor. Perubahan mendadak dalam kebijakan perdagangan dapat merugikan perusahaan-perusahaan multinasional AS yang sangat bergantung pada rantai pasokan global, sehingga menekan prospek pendapatan mereka di masa depan. Investor Global Enggan ke AS karena tarif yang tidak terduga dapat mengganggu model bisnis jangka panjang mereka.
2. Volatilitas Kebijakan Fiskal
Perdebatan mengenai batas utang, pengeluaran pemerintah, dan stabilitas fiskal AS menjadi semakin kacau. Ketidakmampuan Kongres untuk mencapai kesepakatan secara tepat waktu menimbulkan risiko shutdown pemerintah atau bahkan default teknis. Volatilitas kebijakan fiskal ini merusak kepercayaan investor pada stabilitas operasional. Investor kini mencari pasar negara maju lain seperti Eropa atau Jepang, yang, meskipun menghadapi masalah, menawarkan jalur kebijakan yang mungkin lebih mudah diprediksi.
Biaya yang Mahal dan Inflasi yang Persisten
Meskipun imbal hasil di pasar saham AS sangat baik, harga aset AS kini dinilai terlalu mahal (overvalued) dibandingkan dengan pasar global lainnya.
1. Valuasi yang Terlalu Tinggi
Terutama setelah reli besar yang didorong oleh saham-saham Big Tech (Magnificent Seven), valuasi ekuitas AS kini jauh di atas rata-rata historis. Investor global merasa ada nilai yang lebih baik (better value) di tempat lain. Misalnya, pasar di Eropa dan Asia memiliki rasio Harga terhadap Pendapatan (Price-to-Earnings/P-E ratio) yang jauh lebih rendah, menawarkan margin keamanan yang lebih besar. Bagi manajer dana yang mencari pertumbuhan berimbang, AS tidak lagi menjadi satu-satunya sumber nilai.
2. Risiko Suku Bunga dan Inflasi
AS menghadapi inflasi yang lebih persisten daripada banyak negara maju lainnya, memaksa Federal Reserve (The Fed) untuk mempertahankan suku bunga tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama. Suku bunga tinggi membuat biaya modal (cost of capital) bagi perusahaan menjadi mahal dan meningkatkan daya tarik obligasi. Investor Global Enggan ke AS karena mereka khawatir bahwa perlambatan yang direncanakan The Fed dapat menyebabkan resesi (terutama hard landing), yang pada akhirnya akan merusak laba perusahaan.
Ke Mana Investor Mengalihkan Modal?
Strategi Hedge America berarti secara aktif mencari peluang di luar AS. Dua pasar utama yang menarik perhatian investor yang mencari diversification adalah:
1. Eropa dan Jepang
Kedua pasar ini menawarkan valuasi yang lebih menarik dan, dalam kasus Jepang, reformasi governance perusahaan yang sedang berlangsung. Pasar saham Jepang, didorong oleh perbaikan struktural dan pelemahan Yen, telah menarik banyak modal internasional. Sementara itu, pasar Eropa, meskipun pertumbuhan ekonominya lambat, menawarkan perusahaan-perusahaan besar dengan valuasi yang relatif lebih murah daripada rekan-rekan mereka di AS.
2. Emerging Markets (Pasar Berkembang)
Dengan Dolar AS yang cenderung melemah karena The Fed mungkin akan segera mengakhiri siklus kenaikan suku bunga, Emerging Markets (EM) menjadi lebih menarik. Negara-negara EM seringkali memiliki valuation yang sangat rendah dan potensi pertumbuhan domestik yang tinggi. Modal dialihkan ke Emerging Markets sebagai hedge terhadap potensi perlambatan AS dan sebagai upaya untuk memanfaatkan siklus pertumbuhan di Asia Tenggara, India, dan sebagian Amerika Latin.
Keputusan investor untuk tidak menaruh semua telur mereka di keranjang AS adalah langkah yang matang. Ini adalah pengakuan bahwa meskipun AS adalah pemimpin inovasi, faktor risiko domestik dan valuasi yang tinggi menuntut pendekatan yang lebih hati-hati. Pasar global kini menuntut alokasi modal yang lebih selektif dan defensif.
Baca juga:
- Saham Pony.ai Turun 14% : Debut Pahit Robotaxi Tiongkok di Hong Kong
- Valuasi Saham AI Asia Turun: SoftBank Kehilangan $32 Miliar dalam Sehari
- Manufaktur China Melambat Oktober: Melemahnya Kekuatan Industri Global
Informasi ini dipersembahkan oleh raja botak
