Harga emas baru saja menutup bulan terburuknya sejak Desember lalu. Namun, bukan berarti logam mulia ini sudah habis peluangnya.
Kinerja Harga Emas di Bulan Mei
Futures emas turun 0,5% menjadi $3.288,90 per troy ounce selama bulan Mei. Ini mengakhiri tren kenaikan selama empat bulan berturut-turut. Berdasarkan data dari Dow Jones Market Data, ini merupakan penurunan bulanan terbesar dalam lima bulan terakhir.
Meskipun mengalami penurunan, emas masih mencatatkan kenaikan 25,1% sepanjang tahun 2025. Sebagai perbandingan, indeks S&P 500 hanya naik 0,5% di periode yang sama. Dengan demikian, performa emas tetap jauh lebih unggul dibanding saham.
Mengapa Harga Emas Menurun?
Penurunan harga emas terjadi seiring dengan reli di pasar saham. Pada bulan April, para investor memborong emas karena meningkatnya kekhawatiran terhadap kondisi AS, khususnya terkait perang dagang Presiden Donald Trump. Akan tetapi, ketika ketegangan mulai mereda, banyak pelaku pasar memutuskan untuk mengambil keuntungan.
Bukan kebetulan jika harga emas sempat mencapai rekor tertinggi $3.411,40 per troy ounce pada 6 Mei. Saat itu, Gedung Putih mengumumkan bahwa Menteri Keuangan Scott Bessent akan melakukan pertemuan dengan China guna membahas isu perdagangan.
Dampak Negosiasi Dagang AS-China
Pertemuan antara AS dan China berlangsung pada 10 Mei di Swiss. Setelahnya, harga emas mulai turun sementara saham-saham naik. Hal ini dipicu oleh kabar bahwa AS akan menurunkan tarif terhadap China menjadi 30%, sembari kedua pihak menyusun kesepakatan dagang.
Menurut Mark Newton, Kepala Strategi Teknikal di Fundstrat, logam mulia seperti emas kemungkinan sudah hampir menyelesaikan fase konsolidasi. Artinya, ada peluang emas kembali mencetak rekor baru dalam beberapa bulan ke depan.
“Investasi safe haven seperti Yen Jepang dan Emas seharusnya mulai naik lagi,” tulis Newton dalam catatan hari Jumat. “Saya juga memprediksi saham-saham masih bisa lanjut naik hingga pertengahan Juni.” Ia juga menambahkan bahwa sektor industri, keuangan, teknologi, dan utilitas memiliki potensi kuat. Bahkan, pasar negara berkembang bisa menarik karena pelemahan Dolar AS.
Ketegangan Kembali Memanas
Meski sempat mereda, ketegangan dagang kembali meningkat. Pada hari Kamis, Bessent menyebut bahwa negosiasi “macet.” Selanjutnya, Trump menegaskan bahwa China “sepenuhnya melanggar kesepakatannya dengan kita.”
Tak hanya itu, Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, mengatakan bahwa China gagal memulihkan ekspor beberapa komponen penting seperti magnet rare earth yang digunakan dalam motor listrik.
Menanggapi hal tersebut, juru bicara Kedutaan Besar China, Liu Pengyu, mengatakan bahwa negaranya telah beberapa kali memperingatkan AS atas penyalahgunaan kontrol ekspor, terutama di sektor semikonduktor. Ia pun mendesak AS segera memperbaiki kebijakannya dan menghentikan pembatasan diskriminatif terhadap China.
Reaksi Pasar Terhadap Ketegangan
Walaupun pernyataan dari kedua negara cukup keras, pasar tampaknya belum terlalu terpengaruh. Saham bergerak datar pada hari Jumat, dan harga emas malah turun 0,9%. Meski begitu, tren jangka menengah emas masih tetap positif, terutama jika ketegangan geopolitik terus meningkat.
Baca juga:
- Wall Street Ditutup Menguat Berkat Nvidia, Meski Tarif Trump Diberlakukan Lagi
- Saham Asia Turun Akibat Ketidakpastian Tarif